Umumnya manusia di Asia makan tiga kali sehari : sarapan di pagi hari, makan siang dan makan malam. Model makan semacam ini telah terpola sejak kita kecil sehingga ketika ada perubahan frekuensi, terkadang ada sesuatu yang hilang.
Dalam sehari seorang pria rata-rata harus memenuhi kebutuhan kalori yang diperoleh dari makanan dan minuman sebanyak 2000 hingga 3000 kalori. Kalori sebanyak itu terpenuhi dengan pola makan normal tiga kali sehari. Manakala kurang dari jumlah itu maka akan terjadi malnutrisi. Terlebih untuk orang-orang yang sedang melakukan diet ketat, harus dengan pengawasan rinci seorang dokter atau ahli gizi.
Tanpa pengawasan seorang yang ahli kesehatan dan gizi sebaiknya kita makan segala jenis makanan ( baca : lengkap ). Kandungan gizi makanan dikatakan lengkap manakala memenuhi ketiga unsur : Karbohidrat, lemak dan protein. Kandungan karbohidrat 55 persen, lemak 30 persen dan protein 15 persen.
Karbohidrat terkandung dalam ragam makanan seperti nasi, sagu, jagung dan ubi. Lemak banyak terdapat dalam daging, susu dan margarin. Protein lebih banyak terkandung dalam telur dan ikan. Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi bagi tubuh. Lemak diperlukan sebagai penyerap vitamin, pembuat hormon dan melancarkan metabolisme. Sementara protein berperan besar dalam pembetukan darah dan enzim, membentuk jaringan tubuh dan antibodi.
Tentunya menjadi rumit jika kita sebagai orang awam harus senantiasa berpikir keras ketika akan makan. Jangan-jangan kita akan enggan makan di sembarang tempat karena belum menginvestigasi kandungan setiap jenis makanan. Jangan-jangan kita justru akan menghindari makan dan minuman hanya gara-gara tidak hafal jumlah kalori yang terkandung.
Sekali lagi sebagai orang awam, sepanjang memang tidak terdapat pantangan sebagaimana saran dokter, makanlah apa saja asal beragam, tidak monoton. Dan yang jauh lebih penting adalah makanlah dengan bertanggung jawab.
Dengan alasan diet, beberapa orang mengurangi frekuensi makan dalam sehari. Dengan dikuranginya frekuensi makan secara otomatis akan mengurangi jumlah kalori yang dikonsumsi. Secara matematis bisa jadi benar, asalkan dengan pengurangan frekuensi tidak lantas menambah jumlah untuk setiap kali makan.
Beberapa orang menghindari sarapan dengan alasan diet. Ini adalah salah satu contoh metode diet yang salah. Para ahli kesehatan sepakat justru sarapanlah yang paling penting dibandingkan dengan makan siang dan malam. Menu yang harus dikandung dalam sarapan selayaknya menu seorang pangeran : lengkap 4 sehat 5 sempurna. Setiap orang membutuhkan energi untuk memulai aktivitasnya. Makan siang bisa diibaratkan bak menu seorang raja, kualitasnya di bawah sarapan. Makan malam cukuplah bak menu krismon, seadanya saja.
Ada dampak psikologi ketika seseorang menghindari sarapan. Sebagian akan muncul apa yang disebut dengan upaya balas dendam. Orang cenderung makan lebih banyak karena beranggapan untuk menggantikan sarapan yang tidak dilakukan. Kendala psikologis semacam ini justru akan mengakibatkan kita akan makan lebih banyak. Bisa jadi akan muncul pula “night eating syndrome”. Makan malam hanya sebagai pelampiasan karena kurangnya makan pagi dan siang.
Para binaragawan cenderung menerapkan pola makan yang berbeda dengan orang kebanyakan. Mereka lebih menyukai makan sering tapi sedikit dibandingkan makan jarang tapi banyak. Dengan seringnya mereka makan, terkadang di sebagian orang hingga 6 kali, akan menghindarkan kebiasaan buruk lainnya : ngemil. Tanpa disadari bisa jadi dengan ngemil jumlah kalori yang dimasukkan melebihi kebutuhan riilnya.