Senin, 26 November 2007

Sarapan Tidak Penting ?

Umumnya manusia di Asia makan tiga kali sehari : sarapan di pagi hari, makan siang dan makan malam. Model makan semacam ini telah terpola sejak kita kecil sehingga ketika ada perubahan frekuensi, terkadang ada sesuatu yang hilang.

Dalam sehari seorang pria rata-rata harus memenuhi kebutuhan kalori yang diperoleh dari makanan dan minuman sebanyak 2000 hingga 3000 kalori. Kalori sebanyak itu terpenuhi dengan pola makan normal tiga kali sehari. Manakala kurang dari jumlah itu maka akan terjadi malnutrisi. Terlebih untuk orang-orang yang sedang melakukan diet ketat, harus dengan pengawasan rinci seorang dokter atau ahli gizi.

Tanpa pengawasan seorang yang ahli kesehatan dan gizi sebaiknya kita makan segala jenis makanan ( baca : lengkap ). Kandungan gizi makanan dikatakan lengkap manakala memenuhi ketiga unsur : Karbohidrat, lemak dan protein. Kandungan karbohidrat 55 persen, lemak 30 persen dan protein 15 persen.

Karbohidrat terkandung dalam ragam makanan seperti nasi, sagu, jagung dan ubi. Lemak banyak terdapat dalam daging, susu dan margarin. Protein lebih banyak terkandung dalam telur dan ikan. Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi bagi tubuh. Lemak diperlukan sebagai penyerap vitamin, pembuat hormon dan melancarkan metabolisme. Sementara protein berperan besar dalam pembetukan darah dan enzim, membentuk jaringan tubuh dan antibodi.

Tentunya menjadi rumit jika kita sebagai orang awam harus senantiasa berpikir keras ketika akan makan. Jangan-jangan kita akan enggan makan di sembarang tempat karena belum menginvestigasi kandungan setiap jenis makanan. Jangan-jangan kita justru akan menghindari makan dan minuman hanya gara-gara tidak hafal jumlah kalori yang terkandung.

Sekali lagi sebagai orang awam, sepanjang memang tidak terdapat pantangan sebagaimana saran dokter, makanlah apa saja asal beragam, tidak monoton. Dan yang jauh lebih penting adalah makanlah dengan bertanggung jawab.

Dengan alasan diet, beberapa orang mengurangi frekuensi makan dalam sehari. Dengan dikuranginya frekuensi makan secara otomatis akan mengurangi jumlah kalori yang dikonsumsi. Secara matematis bisa jadi benar, asalkan dengan pengurangan frekuensi tidak lantas menambah jumlah untuk setiap kali makan.

Beberapa orang menghindari sarapan dengan alasan diet. Ini adalah salah satu contoh metode diet yang salah. Para ahli kesehatan sepakat justru sarapanlah yang paling penting dibandingkan dengan makan siang dan malam. Menu yang harus dikandung dalam sarapan selayaknya menu seorang pangeran : lengkap 4 sehat 5 sempurna. Setiap orang membutuhkan energi untuk memulai aktivitasnya. Makan siang bisa diibaratkan bak menu seorang raja, kualitasnya di bawah sarapan. Makan malam cukuplah bak menu krismon, seadanya saja.

Ada dampak psikologi ketika seseorang menghindari sarapan. Sebagian akan muncul apa yang disebut dengan upaya balas dendam. Orang cenderung makan lebih banyak karena beranggapan untuk menggantikan sarapan yang tidak dilakukan. Kendala psikologis semacam ini justru akan mengakibatkan kita akan makan lebih banyak. Bisa jadi akan muncul pula night eating syndrome. Makan malam hanya sebagai pelampiasan karena kurangnya makan pagi dan siang.

Para binaragawan cenderung menerapkan pola makan yang berbeda dengan orang kebanyakan. Mereka lebih menyukai makan sering tapi sedikit dibandingkan makan jarang tapi banyak. Dengan seringnya mereka makan, terkadang di sebagian orang hingga 6 kali, akan menghindarkan kebiasaan buruk lainnya : ngemil. Tanpa disadari bisa jadi dengan ngemil jumlah kalori yang dimasukkan melebihi kebutuhan riilnya.

Selasa, 20 November 2007

BUGAR, ITU DULU…

Sebuah sunnatullah yang tidak akan bisa dilawan ketika kebugaran seseorang menurun seiring dengan bertambahnya usia. Wajar ketika pemain sekaliber Zinedine Zidane mengundurkan diri ketika usianya memasuki 35 tahun. Sadar bahwa kebugaran pada usia setelah itu akan semakin berkurang sementara pemain-pemain muda dengan kebugaran puncak semakin bersinar. Kebugaran sekualitas Zidane tentunya berbeda bak langit dan bumi bila dibandingkan dengan kebugaran orang-orang yang jarang berolahraga.

Kebugaran menurun sekitar 10 persen setiap dekade untuk orang-orang yang tergolong tidak aktif, jarang berolahraga dan cenderung malas bergerak. Penurunan hanya 5 persen manakala berperilaku sebaliknya.

Banyak orang mengambil pelajaran yang salah tentang bugarnya orang-orang tua mereka yang saat ini telah memasuki usia lebih dari 65 tahun tetapi mereka tidak pernah berolahraga. Bisa jadi orang tua kita memang keturunan orang yang bugar. Keturunan memegang peranan 25 hingga 40 persen terhadap kebugaran seseorang. Sisanya yang 60 hingga 75 persen tetap merupakan faktor yang harus terus diupayakan.

Bisa jadi faktor terbesar inilah yang tidak pernah terlihat oleh kita. Memang mereka tidak mengenal jogging, renang ataupun tenis lapangan apalagi golf. Akan tetapi yang justru membuat mereka selalu bugar adalah bahwasannya mereka senantiasa aktif bergerak. Mereka tidak mengenal shower untuk mandi tetapi mereka bugar dengan menimba air untuk mandi, laiknya fitness sebelum mandi. Untuk bekerja mereka lebih mengandalkan sepeda atau berjalan kaki berkilo-kilometer daripada menumpang bis atau ojek. Bandingkan dengan kita yang dengan alasan terlambat ke masjid harus membakar bensin untuk menghidupkan motor.

Kebugaran berbeda pula berdasarkan jenis kelamin. Kaum pria biasanya lebih bugar dibandingkan kaum wanita. Perbedaan terjadi karena penampang otot pria lebih lebar dari wanita. Namun ini adalah kondisi normal. Banyak kaum wanita yang jauh lebih bugar karena memang sang pria cenderung malas beraktivitas. Hal ini sejalan dengan tabiat otot yang cenderung mengecil bila tidak digunakan.

Dengan sunnatullah bahwa kebugaran menurun seiring bertambahnya usia, disukai maupun tidak olahraga harus dimulai sekarang juga berapapun usia kita. Namun perlu diingat kemampuan fisik usia paro baya jauh di bawah anak-anak remaja. Perlu olahraga yang pas buat para paro baya ini.

Banyak jenis olahraga, perlu diperhitungkan olahraga yang menimbulkan efek cedera sekecil mungkin. Jogging memberikan tekanan 4,5 hingga 5 kali lipat berat badan terhadap otot, tulang dan persendian. Tingginya tekanan berakibat pada naiknya kemungkinan cedera. Jalan cepat adalah olahraga yang paling direkomendasikan untuk usia 40 tahun ke atas karena dampaknya yang dahsyat dan kecilnya kemungkinan cedera. Jalan cepat hanya memberikan tekanan 1,25 kali berat badan.

200 kalori terbakar bila kita sanggup berjalan cepat 2,5 kilometer. Jantung, otot, tulang dan paru-paru disehatkan,kadar kolesterol pun mampu diturunkan. Suasana hati juga diperbaiki. Jalan cepat berbeda dengan jogging. Ada detik di mana kedua kaki melayang ketika berlari, berjalan kaki selalu ada salah satu kaki yang menjejal di bumi.

Berjalan cepat 30 hingga 40 langkah setiap 20 detik akan terasa manfaatnya, selanjutnya diupayakan untuk meningkatkannya menjadi 45 langkah. Berjalanlah cepat selama 5 menit, diselingi istirahat dan dilanjutkan kembali hingga kita mampu berjalan 10 menit di luar pemanasan dan peregangan. Secara konsisten perlu ditingkatkan hingga mampu berjalan 30 menit tanpa henti dan diulang setiap pekan tiga kali.

Jalan cepat olahraga efektif untuk mempertahankan dan meningkatkan kebugaran. Jenis olahraga yang murah namun meriah. Banyak anggota masyarakat yang bisa dilibatkan, terasa lebih bersemangat manakala anggota keluarga tercinta turut menyertai. Suasana riang yang tercipta tanpa sadar menjadikan kebugaran sesuatu yang penting,bahkan bisa jadi lebih penting dari aktivitas lainnya. Dan kita terhindar dari : Bugar,itu dulu...sekarang tidak lagi....

Jumat, 16 November 2007

BANYAK MAKAN SILAKAN ASAL

Seorang ulama tersohor kelas dunia datang ke Indonesia untuk memberikan pencerahan kepada para aktivis dawah. Sang ulama sangat terkenal dengan pandangannya yang moderat dan buku-buku yang sangat luar biasa banyaknya. Buku sang ulama telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Luar biasa kondisi kebugaran sang ulama karena tak tampak keletihan walau telah berlama-lama berbicara dan melanglang buana ke seluruh pelosok negeri.

Ketika saat makan tiba, terhenyaklah para aktivis dawah karena pemadangan yang mengherankan. Sang ulama makan sangat banyak, melebihi batasan wajar jumlah piring makanan orang Indonesia. Bertanyalah salah seorang aktivis tersebut dengan menyatakan keheranannya. Dengan ringan dijawablah oleh sang ulama : “Janganlah hanya melihat berapa banyak saya makan akan tetapi lihatlah berapa banyak buku yang telah saya hasilkan.”

Dari kisah tadi ada satu kaedah yang harus dipahami oleh orang yang akan menerapkan gaya hidup sehat : Keseimbangan Energi. Secara sederhana keseimbangan energi memperhatikan keseimbangan antara energi yang diperoleh dari proses masuknya makanan ke tubuh dan energi yang dikeluarkan karena beraktivitas. Kalori dari makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak akan bersisa apabila terdapat jumlah pembakaran yang seimbang. Apapun jenis kandungan makanan dan minuman yang dikonsumsi : lemak, protein, karbohidrat, mineral dll akan tersisa dalam bentuk lemak apabila tidak dibakar habis.

Rasulullah mengajarkan agar setiap muslimin selalu membaca doa sebelum makan dan minum. Bahkan Rasul juga menekankan saat kita lupa membaca doa sebelum makan dan minum untuk membaca doa ketika berakhirnya aktivitas itu. Secara ruhiyah dimulai dan diakhirinya makan dan minum ini setiap kita harus menyertakan Allah dalam setiap aktivitas kita sebagai wujud penghambaan manusia di hadapan Sang Pencipta.

Secara tersirat ada kandungan lain dari tuntunan ini. Rasul mengajarkan demikian dengan maksud agar kita menyadari segala tindakan yang sedang kita lakukan. Rasul mengajari kita untuk selalu bertanggung jawab. Walaupun tindakan itu hanya sebatas makan dan minum.

Setiap kita harus mengukur sampai sejauh mana kebutuhan kita atas makanan dan minuman. Segera akhiri ketika memang kebutuhan kita telah terpenuhi. Dengan keterlibatan Allah SWT dalam proses ini akan membentuk kalkulasi biologis yang otomatis bekerja sebagai ukuran kecukupan.

Makan dan minum bukanlah arena balas dendam atau pelampiasan. Makan untuk hidup dan bukan hidup untuk makan. Ketika makan dan minum bukan karena lapar atau haus terjadilah apa yang disebut dengan lapar dan haus karena dorongan psikologis. Beberapa orang mempunyai kecenderungan ketika ditimpa masalah melampiaskan kegusaran dan amarahnya dengan makan sebanyak mungkin. Demikian pula ketika mendapatkan kegembiraan dan keberhasilan, mengekspresikannya dengan minum melampaui batas. Kebiasaan yang sama sekali tidak mencerminkan kepribadian ahli surga.